POLMAN, Infosulbar.com – Proyek pembangunan tanggul tebing sepanjang 100 meter di Desa Kelapa Dua, Kecamatan Anreapi, Kabupaten Polewali Mandar, tengah menjadi sorotan tajam. Jum’at, (10/1/25)
Proyek yang menelan anggaran fantastis mencapai Rp15 miliar ini diduga dikerjakan oleh PT. Wira Karsa tanpa mematuhi aturan dasar yang telah ditetapkan oleh pemerintah terkait transparansi.
Roberd Pariakan, Ketua Pimpinan Pusat (DPP) LSM Pemburu Keadilan, menyampaikan keprihatinannya setelah melakukan investigasi lapangan.
Ia menegaskan bahwa setiap proyek yang bersumber dari APBN atau APBD wajib memasang papan nama proyek sebagai bentuk transparansi kepada publik.
Fakta bahwa papan nama proyek tidak ditemukan di lokasi menjadi indikasi pelanggaran serius terhadap aturan yang berlaku.
Menurut Roberd, ketiadaan papan nama proyek ini menyalahi aturan dasar sebagaimana diatur dalam sejumlah regulasi, termasuk UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Perpres No. 70 Tahun 2012.
“Tidak adanya papan nama ini bukan hanya soal administrasi, tetapi juga mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap proyek negara,” tegasnya.
Ia bahkan menduga adanya indikasi praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan proyek tersebut.
“Ini patut diduga sejak awal perencanaan hingga pelaksanaan proyek tidak sesuai prosedur. Pemerintah harus transparan mulai dari perencanaan, tender, hingga pelaksanaan proyek,” tambah Roberd.
Roberd menjelaskan bahwa regulasi sudah sangat jelas mengatur tentang pemasangan papan nama proyek.
Mulai dari Undang-Undang hingga Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU), semuanya menggarisbawahi pentingnya transparansi sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat.
Dasar hukum yang mempertegas kewajiban ini di antaranya:
- UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
- Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Permen PU No. 29 Tahun 2006 dan Permen PU No. 12 Tahun 2014 yang mengatur pedoman teknis bangunan dan drainase perkotaan.
“Transparansi bukan hanya kewajiban, tetapi juga hak publik untuk mengetahui ke mana anggaran negara digunakan. Proyek ini telah menyalahi prinsip tersebut,” tandas Roberd.
LSM Pemburu Keadilan mendesak pihak berwenang untuk segera menyelidiki proyek ini. Mereka meminta adanya audit menyeluruh terhadap penggunaan anggaran, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan. Selain itu, Roberd juga mengimbau pemerintah untuk memperkuat pengawasan terhadap proyek-proyek yang menggunakan dana negara agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Masyarakat kini menanti langkah konkret dari aparat terkait untuk menegakkan hukum dan memastikan bahwa proyek-proyek negara berjalan sesuai aturan demi kepentingan rakyat.
“Jika pemerintah abai, ini akan menjadi preseden buruk dalam tata kelola proyek negara,” pungkas Roberd.
(Bsb)