Oleh: ARIS VOGEL, SH (Aktivis Hukum)
POLEWALI, Infosulbar.com – Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024. KPU telah melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) untuk pemutakhiran daftar pemilih, yang nantinya akan disusun menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan ditetapkan paling lambat pada 23 September mendatang.
Dari data ini, KPU akan menentukan jumlah dan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS), serta kebutuhan logistik yang diperlukan.
Namun, di balik persiapan yang matang, potensi sengketa pilkada tetap menjadi ancaman serius bagi integritas demokrasi di Indonesia.
Prediksi menunjukkan bahwa akan banyak permohonan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) dari pelaksanaan 545 Pilkada serentak 2024.
Apa saja faktor yang berpotensi menimbulkan sengketa dalam Pilkada dan mengapa penanganan serius sangat diperlukan?
- Ketidakpastian Hukum: Masalah yang Terus Berulang
Ketidakpastian hukum menjadi salah satu masalah utama yang kerap muncul dalam Pilkada. Regulasi yang sering berubah dan tidak selalu konsisten menciptakan kebingungan dan interpretasi yang berbeda di lapangan.
Hal ini tidak hanya membingungkan penyelenggara pemilu, tetapi juga peserta dan pemilih, yang akhirnya dapat memicu sengketa hukum. Oleh karena itu, regulasi yang tegas dan kebijakan yang konsisten sangat diperlukan untuk mengurangi potensi sengketa.
- Korupsi dan Praktik Kecurangan: Ancaman Serius terhadap Demokrasi
Kasus penyuapan, politik uang, dan manipulasi suara menjadi ancaman serius yang dapat merusak integritas Pilkada. Praktik-praktik curang ini bukan hanya merugikan kandidat yang jujur, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Penegakan hukum yang tegas dan pengawasan ketat harus diperkuat untuk mencegah praktik-praktik kecurangan ini. Hal ini menjadi keharusan agar keadilan dan kesetaraan dapat terwujud dalam setiap Pilkada.
- Pelanggaran Kode Etik: Perlu Pengawasan Lebih Ketat
Tidak jarang kandidat melanggar kode etik selama masa kampanye, seperti penggunaan politik uang, penyebaran fitnah, dan kampanye hitam. Pelanggaran-pelanggaran ini menimbulkan ketidakadilan dan bisa memicu sengketa.
Oleh karena itu, pengawasan terhadap kode etik harus diperketat, dan sanksi tegas harus diberlakukan bagi mereka yang terbukti melanggar, untuk memastikan Pilkada berlangsung dengan adil.
- Keterlibatan Politik: Konflik Kepentingan yang Tidak Sehat
Keterlibatan pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik dalam proses Pilkada sering kali menciptakan konflik kepentingan dan ketidakadilan. Campur tangan ini dapat merusak integritas pemilu dan menyebabkan sengketa yang berlarut-larut.
Transparansi dan independensi lembaga penyelenggara pemilu harus dijaga untuk memastikan Pilkada yang adil dan bebas dari intervensi.
- Kualitas Regulasi dan Penegakan Hukum: Meningkatkan Efektivitas Pengawasan
Kualitas regulasi yang kurang memadai dan penegakan hukum yang lemah juga menjadi masalah serius dalam Pilkada. Tanpa regulasi yang kuat dan penegakan hukum yang efektif, pelanggaran akan terus terjadi tanpa ada konsekuensi yang signifikan.
Reformasi regulasi dan peningkatan kapasitas penegakan hukum sangat diperlukan untuk menciptakan Pilkada yang bersih dan adil.
- Masalah Administrasi: Keakuratan Data Pemilih yang Penting
Kesalahan dalam administrasi pemilihan, seperti ketidaktepatan dalam daftar pemilih, sering menjadi sumber sengketa. Ketidakakuratan ini dapat menimbulkan ketidakpuasan dan protes dari para kandidat maupun pemilih.
Oleh karena itu, penyelenggara pemilu harus memastikan data pemilih yang akurat dan administrasi yang transparan untuk meminimalisir sengketa.
Pilkada yang Bersih dan Adil: Fondasi Demokrasi yang Sehat
Pilkada yang bersih dan adil adalah fondasi demokrasi yang sehat. Oleh karena itu, semua pihak harus bekerja sama untuk mengatasi berbagai masalah hukum yang ada dan meningkatkan kualitas pelaksanaan Pilkada di Indonesia.
Penanganan serius terhadap potensi sengketa Pilkada adalah keharusan, bukan pilihan. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap proses demokrasi akan semakin kuat, dan potensi sengketa dapat diminimalisir, sehingga demokrasi di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan berkeadilan.
Dengan memperhatikan potensi sengketa dan melakukan penanganan yang serius, kita semua dapat berperan serta dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di dunia, Indonesia harus menjadi contoh bagi negara lain dalam melaksanakan Pilkada yang adil, jujur, dan transparan.
(*Bsb)