POLEWALI, Infosulbar.com — Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Polewali Mandar menggelar aksi unjuk rasa di dua titik pada Selasa siang 17 september 2024, sebagai bentuk protes atas dugaan penganiayaan yang berujung kematian seorang tahanan di lingkungan Polres Polman. Aksi yang dimulai di perempatan lampu merah Pekkabata Polman dan dilanjutkan di depan Polres Polman ini berjalan dengan damai tanpa insiden.
Sukriadi, salah satu perwakilan PMII, saat ditemui seusai aksi, menegaskan bahwa langkah yang diambil PMII didasarkan pada informasi yang beredar di media sosial dan hasil advokasi langsung di lapangan.
Berdasarkan temuan tersebut, PMII menduga bahwa terjadi penganiayaan yang mengakibatkan kematian tahanan, diduga kuat melibatkan oknum dari Polres Polman. selasa, (17/9/2024)
“Kami melakukan aksi ini karena adanya insiden dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian tahanan. Ini adalah isu serius yang harus segera ditangani demi menjaga nama baik institusi kepolisian dan memulihkan kepercayaan masyarakat. Alhamdulillah, aksi kami berjalan damai, dan tuntutan kami diterima dengan baik oleh Kapolres Polman beserta jajarannya. Mereka bahkan menerima masukan kami agar Polres Polman bisa lebih baik ke depannya,” ungkap Sukriadi.
Sukriadi juga menyoroti bahwa insiden ini diduga mengalami perlakuan tidak manusiawi hingga menyebabkan kematian. Saat ini, tujuh anggota Polres Polman telah ditahan di Polda Sulawesi Barat sebagai bagian dari investigasi dari Propam Polda Sulbar.
Tuntutan PMII dalam aksinya jelas, yakni mendesak pihak Polres Polman agar segera mengusut tuntas kasus ini dan menaikkan status tujuh personel yang telah ditahan menjadi tersangka. “Kami mendesak agar segera ada kejelasan dan informasi transparan kepada publik,” lanjut Sukriadi.
Kapolres Polman, dalam audiensi yang berlangsung seusai aksi, memastikan bahwa kasus ini sudah berada dalam penanganan Propam Polda Sulbar. Berdasarkan hasil investigasi awal, sudah ada titik terang, dengan tujuh anggota polisi yang diduga terlibat dalam insiden tersebut.
Dalam manifesto yang dibacakan PMII Polewali Mandar, mereka menuntut pencopotan dan pemidanaan bagi pelaku yang terlibat. PMII juga menyerukan pentingnya transparansi dalam penyelesaian kasus ini, serta mendesak kepolisian untuk memberikan kompensasi kepada keluarga korban.
Dalam Manifesto PMII Polewali Mandar tidak hanya menyoroti kasus ini sebagai pelanggaran hukum biasa, tetapi juga menggarisbawahi bahwa insiden ini mengancam integritas dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
PMII mengacu pada berbagai regulasi hukum yang berlaku, termasuk Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian, serta peraturan Kapolri terkait penanganan tindak pidana oleh anggota Polri.
Selain itu, PMII juga merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2023 tentang Disiplin Anggota Kepolisian, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, untuk menekankan pentingnya keadilan dan akuntabilitas dalam sistem hukum Indonesia.
PMII menegaskan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk reformasi lebih luas dalam tubuh kepolisian. “Setiap tindakan pelanggaran hukum harus mendapatkan respon yang tepat dan adil,” tutup Sukriadi.
Aksi demonstrasi PMII di Polewali Mandar ini menandakan keprihatinan mendalam mahasiswa terhadap kinerja kepolisian, dan menjadi sinyal bahwa masyarakat sipil terus mengawasi jalannya proses hukum yang transparan dan akuntabel.
Manifesto yang ditandatangani oleh Randa, sebagai Jenderal Lapangan PMII, dan perwakilan dari Polres Polman, mencerminkan komitmen bersama untuk menuntut keadilan.
(Mull)